Pengenalan Teknik “Scharff” Dalam Interogasi Intelijen - bregasnews.com - Koran Online Referensi Berita Pantura

Breaking

Home Top Ad

Post Top Ad

Jumat, 04 Februari 2022

Pengenalan Teknik “Scharff” Dalam Interogasi Intelijen



Oleh : Dede Farhan Aulawi (Pemerhati Intelijen)


Bregasnews.com - Bagi masyarakat umum dunia intelijen mungkin dianggap sebagai dunia gelap, minim informasi dan menakutkan. Padahal dunia intelijen sebagaimana dunia lainnya sebenarnya merupakan sesuatu yang ilmiah, memiliki kaidah – kaidah keilmuan yang bisa dipertanggungjawabkan serta memiliki metodologi yang harus dipegang teguh sebagai sebuah sistem yang memiliki banyak varian teknik dan seni untuk mendapatkan atau menggali informasi yang dinilai penting dan relevan. Perspektif keilmuan intelijen sebenarnya tidak hanya dimiliki oleh komunitas tertentu saja, karena sebenarnya ada juga anggota masyarakat yang tahu, faham dan mengerti seluk beluk dunia intelijen, yang mana tentu bisa dielaborasi untuk meneguhkan daya tahan sebuah bangsa. Baik diposisikan sebagai agen intelijen, ataupun agen kontra intelijen.


Pada kesempatan kali ini, dicoba untuk menjelaskan sedikit Teknik Scharff, sebuah metode intelijen untuk mendapatkan informasi dari sumber sel kecil. Mengumpulkan informasi relevan dari “sumber” tentu sangat penting, baik untuk pencegahan maupun untuk penyelidikan kejahatan. Tujuan dari pekerjaan (Scharff) ini adalah untuk mengidentifikasi strategi yang efektif secara etis dan taktik untuk mengumpulkan informasi yang akurat, relevan dan “current”. Untuk mencapai tujuan ini tidak cukup dengan menguji teknik di laboratorium saja, tetapi juga untuk mempelajari apakah teknik berbasis bukti ini dapat diajarkan kepada praktisi di lapangan agar mampu menghasilkan lebih banyak pewawancara (interogator) yang efektif. 


Teknik Scharff didasarkan pada taktik yang digunakan oleh interogator Perang Dunia II Jerman yang terkenal, Hanns Scharff (1907–1992). Teknik ini bertujuan untuk mengumpulkan informasi intelijen dari sumber yang bersedia berbagi informasi sebagian kecil dari informasi yang mereka miliki. 

Setidaknya ada tiga strategi umum yang dilakukan oleh para tahanan sekutu digunakan untuk menghindari memberikan informasi yang berguna, yaitu : 

(1) ‘I will not tell very much’ (Saya tidak akan memberi tahu terlalu banyak)

(2) ‘I’ll try to figure out what they are after and not provide that information’ (Saya akan mencoba

untuk mencari tahu apa yang mereka kejar dan tidak memberikan informasi itu)

(3) ‘It is meaningless to hold back what they already know’ (Tidak ada artinya untuk

menahan apa yang sudah mereka ketahui)


Pada langkah selanjutnya, Scharff membentuk taktiknya sendiri untuk melawan strategi yang diadopsi oleh tahanan. Pendekatan Scharff bertumpu pada konsep psikologis pengambilan perspektif, yaitu kapasitas kognitif untuk mempertimbangkan dunia dari sudut pandang orang lain, dan membantu mengantisipasi perilaku dan reaksi orang lain. 

Bagaimana pengambilan perspektif yang relevan dengan konteks saat ini dapat dijelaskan dengan memperkenalkan prinsip-prinsip sebagai berikut : 

(a) sumber biasanya membentuk hipotesis tentang seberapa banyak dan informasi apa yang dimiliki pewawancara, 

(b) Persepsi akan mempengaruhi strategi kontra interogasi sumber

(c) strategi kontra interogasi yang digunakan akan mempengaruhi seberapa banyak dan informasi apa yang didapat sumber. 


Taktik pertama dari teknik Scharff adalah menggunakan “employ a friendly approach” (pendekatan yang bersahabat). Tujuan dari taktik ini adalah untuk menciptakan suasana di mana sumber merasa nyaman, misalnya, menampilkan penerimaan dan perilaku interpersonal yang adaptif.

Taktik kedua adalah “not to press for information” (tidak menekan informasi). Alih-alih ditanyai pertanyaan eksplisit, sumber ditawari kesempatan untuk menambahkan informasi dan untuk menanggapi klaim

Taktik ketiga adalah “the illusion of ‘knowing-it-all ilusi” (tahu segalanya). Interaksi terbuka oleh pewawancara yang menyajikan informasi yang sudah diketahui sumbernya. Tujuannya, pertama jika sumber ingin dianggap kooperatif sekalipun dia harus memberikan informasi di luar apa yang diminta oleh pewawancara. Kedua, sumber mungkin berasumsi bahwa pewawancara memegang informasi di luar apa yang akan diberitahukan. Jika sumber melebih-lebihkan jumlah informasi yang dipegang oleh pewawancara, dan berusaha untuk memberikan informasi yang sudah diketahui, dia mungkin mengungkapkan informasi yang baru bagi pewawancara. 


Taktik keempat adalah penggunaan klaim. Daripada bertanya langsung ke pertanyaan, pewawancara menyajikan klaim sumber untuk mengkonfirmasi atau disconfirm. Taktik ini mengacu pada asumsi bahwa sumber akan menganggap (dis) konfirmasi klaim sebagai bentuk keterlibatan yang jauh lebih tidak aktif dibandingkan dengan menjawab pertanyaan eksplisit. 

Taktik kelima adalah memberi kesan mengabaikan informasi baru, ketika diberikan informasi penting, pewawancara meremehkannya sebagai tidak penting atau sudah diketahui.


Itulah kelima teknik yang biasa digunakan oleh seorang pewawancara (interogator) intelijen dalam mengorek atau mengembangkan sebuah informasi. Teknik ini idealnya dikuasai oleh semua agen intelijen jika ingin misi atau tugasnya berhasil. Situasi di lapangan bisa berkembang dinamis dan teknik di atas seringkali dikombinasikan untuk memvalidasi informasi yang akurat dan reliabel. Semoga tulisan singkat ini bisa bermanfaat. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Iklan Disewakan

Laman