Transformasi Kepemimpinan di Era VUCA dan BANI - bregasnews.com - Koran Online Referensi Berita Pantura

Breaking

Home Top Ad

Post Top Ad

Rabu, 20 September 2023

Transformasi Kepemimpinan di Era VUCA dan BANI



Oleh : Dede Farhan Aulawi (Pemerhati Kepemimpinan)


Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin masif dan bersifat eksponensial, banyak hal – hal yang tidak terduga sebelumnya menjadi realitas tantangan zaman yang relatif baru dan terbarukan. Fakta – fakta empirik yang ditemui saat ini dan diprediksi akan muncul kemudian, menjadi sebuah bahan renungan terkait dengan materi kepemimpinan aktual yang harus diberikan dan diingatkan kepada para calon pemimpin di masa yang akan datang. Bukan soal siapa yang mengajar, tetapi secara fundamental lebih diarahkan kepada materi apa yang akan diberikan. Pepatah lama berbicara, JANGA MELIHAT SIAPA YANG MENGATAKAN, TAPI DENGARLAH APA YANG DIKATAKAN. Idiom lama ini nampaknya masih sangat relevan dengan dinamika kekinian yang senantiasa mengikuti irama zaman dan menikmati setiap detik perubahan. Karakter yang adaptif dengan perubahan, nampaknya akan semakin populer untuk menjadi pemimpin yang diharapkan.


Menurutnya, konsep kepemimpinan selalu berkembang dari waktu ke waktu. Ilmunya terus berkembang dan literaturnya pun terus bertambah. Seiring dengan berbagai tantangan global dewasa ini, kepemimpinan harus dinamis dan berorientasi jauh ke depan. Suatu organisasi bisa tetap survive jika kepemimpinan yang diterapkan bisa adaptif. The Great Leader jangan diam menunggu kelahiran, karena pemimpin hebat itu bukan karena dilahirkan. Namun ia akan hadir saat ia telah dibentuk dan dilatih dengan kecakapan, kompetensi kemampuan, dan keahlian yang mumpuni untuk memainkan perannya dalam mengerahkan dan mengarahkan orang lain untuk mencapai visi, misi, tujuan, dan strategi organisasi. 


Seorang pemimpin juga dituntut mampu memberikan motivasi, baik motivasi untuk dirinya, lingkungan terkecilnya sampai pada lingkungan besar. Ia harus terbiasa mampu memotivasi diri sendiri dulu, baru ia pun akan mampu memotivasi orang lain. Orang yang termotivasi akan selalu mencari solusi dari setiap persoalan yang ia hadapi, bukan berkeluh kesah karena minimnya atau bahkan karena tidak adanya sumber daya. Ia akan senantiasa kreatif dalam mengidentifikasi dan mencari untuk menemukan alternatif – alternatif solusi.


Itulah model – model pelatihan kepemimpinan saat ini banyak dilakukan dengan model outbound. Bukan lagi di ruang mewah dan tertutup sehingga model berfikirnya terbiasa dimanja, dan semua biasa disediakan. Lebih dari sekedar outbound, bahkan saat ini banyak menggembleng metode kepemimpinan di hutan belantara alias di alam bebas yang masih liar dan banyak ketiadaan. Point yang ingin dicapainya adalah melatih kemampuan strugle, survive dan creatif. Sebab sifat – sifat tersebut akan didapatkan secara maksimal bukan di ruang – ruang kelas ber-AC, melainkan dari kesejatian dan pengalaman hidup yang pahit bahkan sampai pada ambang batas penderitaan. Di titik batas batas kemampuannya, akan lahir sebuah TEKAD dan bukan lagi pengetahuan. Tekad bertahan hidup inilah yang akhirnya akan memaksa untuk berfikir ekstra keras dan berinovasi dalam sebuah karya – karya.


Saat ini materi kepemimpinan tidak akan lagi cukup dengan mengenal teori – teori dasar masalah gaya kepemimpinan, baik yang bersifat otoritatif, coaching, afiliasi, demokratis, coercive, atau pacesetting. Masing-masing gaya kepemimpinan ini secara teoritis bisa diterapkan secara situasional tergantung pada tantangan yang dihadapi suatu organisasi. Namun dalam prakteknya tidak sesederhana itu, sehingga sering sekali didapati pemimpin yang sering mengeluh dengan berbagai kendala, kesulitan dan berbagai keterbatasan yang dihadapinya. Meskipun ia tahu bahwa KELUHAN tidak akan mampu MERUBAH keadaan, tetapi berfikir dan berusaha untuk merubahnya adalah pilihan terbaik yang harus dilakukan.


Terlebih di era post truth yang seringkali berpapasan dengan kepalsuan dan berita bohong serta kondisi yang sulit diprediksi, maka lahirlah konsep Kepemimpinan Kolaboratif. Kepemimpinan kolaboratif (collaborative leadership) merupakan kunci penting dalam menyikapi kondisi VUCA (Volatility, Uncertainty, Ambiguity and Complexity) dan juga BANI (Brittleness, Anxiety, Non Linearity and Incomprehensibility) yang merupakan akumulasi dari VUCA yang menyebabkan perubahan di berbagai sendi kehidupan manusia. 


Dalam menghadapi brittleness (kerapuhan) dibutuhkan kapasitas untuk beradaptasi, sedangkan anxiety (kekuatiran) dituntut memiliki rasa empati dan kepedulian terhadap sesama, dan non-linier menuntut lebih memiliki daya analisis transdisiplin dan terakhir, tentang incomprehensible atau sulit dipahami itu memerlukan manusia untuk mau membuka diri, memahami perbedaan pendapat dan toleransi. Dengan demikian, kepemimpinan yang kolaboratif idealnya dimiliki oleh setiap pimpinan atau para calon pemimpin, agar mampu beradaptasi di tengah era disrupsi seperti sekarang ini, agar lebih agile dan mampu melakukan terobosan serta inovasi baru untuk kemajuan bangsa.


Apalagi saat ini telah masuk dalam learning community atau komunitas pembelajar, dimana setiap orang hakikatnya merupakan narasumber bagi sesamanya. Ada saatnya mendengar dan ada saatnya berbicara. Ada saatnya menerima ilmu dan ada saatnya memberikan ilmu. Barangkali kita lupa karena kita sering diajarkan Actice Speaking, sementara kita lupa padanan yang ideal untuk belajar Active Listening. Inti satu dengan yang lainnya bisa saling mengisi dan melengkapi dengan berbagai pengalaman memimpin dan pengalaman dipimpin guna memperkaya wawasan dan keilmuan. Untuk itulah, setiap orang bisa bertindak sebagai objek pembelajaran, ataupun subjek pembelajaran. Hilangkan ego merasa diri sudah banyak ilmu dan banyak pengalaman sehingga memandang orang lain rendah, sebab saat kita menapaki setiap hari dengan suatu pengalaman maka di saat yang sama orang lainpun penya pengalaman yang berbeda. Saat mau menerima dan memberi ilmu inilah, setiap orang bisa saling menyempurnakan, dan bukan saling merendahkan.


Orang yang aktif berbicara saat ini tidak berarti dia lebih penting atau lebih pintar. Begitupun sebaliknya orang yang selalu mendengarkan bukan berarti lebih bodoh atau lebih rendah. Semua ada saatnya, seperti ada saat mendengar dan ada saat berbicara. Disinilah orang tua selalu mengingatkan penting tepo seliro atau rasa empati dengan sesama. Siapapun orangnya sebenarnya bukan pesaing atau kompetitor kita, melainkan partner yang dipertemukan untuk saling melengkapi sehingga menjadi kekuatan untuk membangun keunggulan kompetitif.


Secara umum ada 3 (tiga) hal yang perlu dimiliki seorang pemimpin, pertama, sikap percaya diri dengan ide – ide baru yang digagasnya. Kedua istiqomah, yaitu keyakinan dan tekad yang kuat untuk tetap berjuang secara sungguh – sungguh meskipun pasti membutuhkan proses dan waktu yang cukup lama, namun secara konsisten harus terus dilakukan secara berkesinambungan. Ketiga, pemimpin itu perlu memiliki kemampuan meyakinkam orang lain yang tidak sejalan menjadi setuju dan menjadi kawan seiring dalam perjuangan. Itulah sebabnya dalam teori komunikasi tidak cukup dengan penguasaan komunikasi deskriptif saja, tetapi juga harum mampu dan terampil dalam komunikasi persuasif. Komunkasi persuasif adalah kemampuan komunikasi untuk mengajak dan mensugesti orang lain agar sependapat dan mengikuti apa yang disampaikan secara sukarela karena dinilai logik. Artinya perubahan pemikiran tersebut tidak berbasis pada tekanan ataupun ancaman.


Semoga bermanfaat. Salam sukses dan tetap semangat serta optimis dalam setiap langkah perjuangan.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Iklan Disewakan

Laman