Bregasnews.com - “ Nampaknya kita saat ini harus semakin meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi ancaman berbasis agensia biologi. Membiasakan pola hidup bersih dan sehat harus selalu diingatkan, karena kita terkadang lalai dan abai sehingga menyederhanakan potensi ancaman sebagai bahan guyonan yang sering kita dengar di sudut – sudut kehidupan. Kebiasaan menggunakan masker yang bersih saat keluar rumah atau di tempat – tempat keramaian sejatinya harus menjadi budaya sebagai ikhtiar lahir dari kemungkinan adanya ancaman yang tidak terlihat dari agensia biologi “, ujar Pemerhati Hankam Dede Farhan Aulawi di Bandung, Rabu (7/5).
Hal tersebut ia sampaikan ketika dirinya menerima beberapa pertanyaan dari mahasiswa seputar potensi ancaman masa depan yang berbasis pada penggunaan agensia biologi. Menurutnya, di akhir tahun 2019 dirinya pernah menjelaskan hal tersebut dalam suatu forum diskusi mahasiswa di Bandung terkait dinamisnya perubahan lingkungan strategis yang memerlukan telaah kritis dari para cendekiawan, khususnya yang memahami medical intelligence. Termasuk juga pernah dua kali disampaikan di ruang Indonesian Intelligence Community (IIC), yaitu anak – anak bangsa yang menaruh perhatian pada bidang intelijen dan ingin mendedikasikan pengetahuan dan keterampilan terapannya untuk kepentingan bangsa dan negara. Hal tersebut ia tegaskan dalam rangka membangun kewaspadaan dan daya tangkal terhadap potensi ancaman aktual non militer berbasis biologi.
Tindakan nyatanya bisa dilakukan dengan cara membantu pemerintah dalam hal pengawasan terhadap kemungkinan tindakan sabotase ataupun spionase, serta guna mencegah kemungkinan kehilangan, pencurian, penyalahgunaan, penyelewengan atau pelepasan secara sengaja agensia biologi berupa suatu patogen atau toksin. Penyebaran agensia biologi tersebut dapat menimbulkan wabah penyakit menular atau kematian pada manusia, hewan, tumbuhan dan merusak lingkungan serta dapat mengancam pertahanan negara. Permenhan No. 5 Tahun 2015 tentang Penanggulangan Dampak Bahaya Agensia Biologi dari Aspek Kesehatan di Lingkungan Kemhan dan TNI Pasal 2 yang berisi “Salah satu ancaman non militer merupakan ancaman potensial yang bersifat biologi dengan penggunaan agensia biologi yang berpotensi menimbulkan wabah penyakit menular”.
“ Guna mewujudkan harapan Indonesia yang aman dan maju, tentu membutuhkan sistem pertahanan negara yang bersifat semesta dengan melibatkan seluruh warga negara, wilayah dan sumber daya nasional lainnya. Sistem pertahanan semesta atau Sishankamrata dilakukan secara total, terpadu, terarah dan berlanjut dalam rangka menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman, salah satunya berupa potensi ancaman penyalahgunaan agensia biologi untuk kepentingan tertentu “, tambahnya.
Apalagi jika merujuk pada skenario pandemi SPARS yang disampaikan oleh Johns Hopkins Center for Health Security. Skenario ancaman aktual pandemi global yang diprediksi Johns Hopkins Center for Health Security dan berbagai catatan sejarah penggunaan senjata biologis oleh teroris, bukan tidak mungkin terdapat skenario terorisme agensia biologi yang menggunakan media pakaian bekas impor. Sementara itu, bisnis pakaian bekas impor yang masuk ke Indonesia nampaknya semakin besar karena peminatnya juga banyak mengingat harganya yang relatif dinilai lebih murah oleh masyarakat. Namun masyarakat mungkin kurang menyadari potensi bahaya yang mungkin datang dari penggunaan pakaian bekas impor tersebut.
Kemudian Dede juga mengatakan bahwa Permenhan Nomor 15 Tahun 2022 tentang Kebijakan Pertahanan Negara berisi ‘Meningkatkan kesiapan dan profesionalitas Tentara Nasional Indonesia untuk penanganan terorisme, radikalisme, separatisme, bahaya laten komunis, bencana alam, bantuan kemanusiaan, tugas misi perdamaian dunia dan keadaan darurat lainnya, termasuk ancaman Chemical, Biological, Radiological, Nuclear and Explosive (CBRN-E) serta siber’. Potensi ancaman aktual non militer CBRN-E tersebut salah satunya merupakan penyalahgunaan agensia biologi berupa penyebaran makhluk hidup, mikroorganisme dan toksin yang dihasilkan. Penggunaan agensia biologi memiliki sifat dual-use yang membuatnya sulit dibedakan apakah sebagai wabah alami (natural outbreak diseases) atau wabah yang disengaja dan mungkin dilakukan dengan tujuan melumpuhkan Indonesia.
“ Terorisme agensia biologi dapat diawali dengan penyalahgunaan bioteknologi, seperti rekayasa genetika melalui pengembangan organisme makroskopis. Agensia biologi secara genetik dimodifikasi agar memiliki kemampuan untuk menghasilkan toksin atau racun yang berbahaya. Rekayasa genetika pada agensia biologi juga dapat dikembangkan agar mampu bertahan dan stabil dalam suatu kondisi cuaca atau iklim tertentu. Selain itu juga agar dapat memiliki kemampuan resistensi terhadap antibiotik, vaksin dan terapi pengobatan lainnya. Modifikasi agensia biologi juga dapat dilakukan dengan mengubah profil imunologisnya agar tidak dapat dikenali oleh sistem imun tubuh manusia. Apabila hasilnya kemudian disebarkan secara sengaja oleh teroris, tentu dapat mengakibatkan wabah penyakit menular yang sangat membahayakan, bukan hanya untuk segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, namun juga seluruh umat manusia di dunia ini “, pungkasnya.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar