Minimnya Pola Pengkaderan Organisasi dalam Perencanaan Regenerasi Kepengurusan - bregasnews.com - Koran Online Referensi Berita Pantura

Breaking

Home Top Ad

Post Top Ad

Minggu, 09 November 2025

Minimnya Pola Pengkaderan Organisasi dalam Perencanaan Regenerasi Kepengurusan



Oleh : Dede Farhan Aulawi

Dalam dinamika organisasi, keberlanjutan kepemimpinan merupakan faktor krusial yang menentukan eksistensi dan efektivitas organisasi di masa depan. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa banyak organisasi, baik kemasyarakatan, politik, maupun kepemudaan masih menghadapi persoalan serius terkait minimnya pola pengkaderan dalam perencanaan regenerasi kepengurusan. Kelemahan ini sering kali berujung pada stagnasi, konflik internal, bahkan kemunduran organisasi secara keseluruhan.


Minimnya pola pengkaderan biasanya disebabkan oleh beberapa faktor utama. Pertama, kultur personalistik dalam kepemimpinan yang terlalu berpusat pada figur tertentu. Pemimpin yang enggan berbagi peran dan membangun kader penerus menciptakan kesenjangan antara generasi lama dan baru. Kedua, ketiadaan sistem kaderisasi yang terencana dan berkelanjutan. Banyak organisasi hanya menyiapkan pemimpin pengganti secara mendadak menjelang masa akhir kepengurusan, tanpa program pelatihan dan pembinaan yang matang.


Selain itu, kurangnya minat dan motivasi anggota muda untuk terlibat secara aktif dalam manajemen organisasi turut memperparah situasi. Hal ini biasanya dipicu oleh pola pembinaan yang bersifat eksklusif, tertutup, dan kurang memberi ruang bagi partisipasi generasi baru. Akibatnya, muncul kesenjangan pemahaman visi dan nilai antara pengurus lama dan calon penerusnya.


Ketiadaan pola kaderisasi yang efektif akan menimbulkan dampak struktural dan fungsional. Organisasi kehilangan arah ketika terjadi pergantian kepemimpinan, karena tidak ada kesinambungan nilai, strategi, maupun program kerja. Selain itu, terjadi disorientasi kelembagaan, di mana pemimpin baru tidak memahami kultur organisasi secara utuh. Dalam jangka panjang, situasi ini dapat menurunkan kepercayaan anggota dan publik terhadap kredibilitas organisasi tersebut.


Lebih jauh lagi, organisasi yang gagal menyiapkan kader penerus cenderung mengalami ketergantungan terhadap figur lama. Akibatnya, proses regenerasi berjalan lambat, inovasi terhambat, dan dinamika organisasi menjadi kaku. Padahal, regenerasi bukan sekadar pergantian posisi, melainkan proses transformasi pengetahuan, nilai, dan semangat perjuangan antar generasi.


Untuk mengatasi persoalan ini, organisasi perlu mengembangkan pola pengkaderan yang sistematis, terukur, dan berbasis nilai. Pertama, harus ada program pembinaan berjenjang yang mempersiapkan anggota sejak dini melalui pelatihan kepemimpinan, orientasi nilai organisasi, dan praktik tanggung jawab struktural secara bertahap. Kedua, perlu diterapkan mekanisme mentoring, di mana pengurus senior berperan sebagai pembimbing bagi kader muda agar proses transfer pengalaman berjalan efektif.


Selain itu, organisasi perlu membangun budaya regeneratif, yaitu kesadaran kolektif bahwa setiap periode kepemimpinan harus melahirkan generasi baru yang siap melanjutkan perjuangan. Regenerasi harus dipandang bukan ancaman, tetapi keharusan untuk menjaga vitalitas organisasi.


Minimnya pola pengkaderan dalam perencanaan regenerasi kepengurusan adalah persoalan fundamental yang harus segera diatasi. Tanpa regenerasi yang terencana, organisasi hanya akan bertahan sesaat dan kehilangan relevansi di masa depan. Oleh karena itu, setiap pemimpin perlu menanamkan kesadaran bahwa keberhasilan sejati bukan hanya diukur dari capaian pribadi, tetapi dari seberapa mampu ia menyiapkan generasi penerus yang lebih baik. Regenerasi yang kuat adalah fondasi bagi keberlangsungan organisasi yang visioner, adaptif, dan berdaya saing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Iklan Disewakan

Laman