Oleh : Dede Farhan Aulawi
Dalam dunia di mana narasi dikendalikan oleh segelintir orang, kesadaran adalah langkah pertama untuk merebut kembali ruang publik. Dan mungkin, di tengah segala keterbatasan, masih ada harapan bahwa suara kecil akan tumbuh menjadi gelombang besar. Karena seperti yang kita tahu, sejarah tidak pernah ditulis oleh mereka yang diam. Itulah sebabnya, pengendalian narasi dan publikasi publik menjadi sangat penting untuk dikendalikan oleh penguasa yang memiliki kepentingan tertentu. Hal ini disadari betul oleh pemerintahan zionis Israel.
Nah pada kesempatan ini, saya mencoba berbagi pengetahuan terkait dengan strategi-strategi yang biasa digunakan Israel dalam mengontrol narasi publik (“narrative warfare” / “information operations / hasbara”) saat perang, berdasarkan berbagai laporan, analisis dan sumber terbuka.
*Hasbara / Informasi dan Narasi dalam Konteks Israel*
Hasbara secara harfiah berarti “penjelasan” dalam bahasa Ibrani, tapi dalam praktiknya ini mencakup upaya negara Israel untuk menjelaskan, membela, dan mempromosikan tindakannya di mata publik dalam negeri dan internasional. Ini bukan sekadar propaganda kasar karena seringkali melibatkan diplomasi publik, media sosial, hubungan dengan wartawan, pengejawantahan simbolik, framing isu, pengelolaan persepsi terhadap korban dan lawan, dan usaha untuk membentuk persepsi internasional tentang legitimasi.
Strategi spesifik yang digunakan adalah Reframing sebagai korban & membela diri
- Menekankan bahwa Israel adalah pihak yang diserang atau terancam, sehingga tindakannya adalah bentuk “self‑defense” atau perlindungan warganya. Misalnya narrative bahwa Hamas memulai serangan Hamas dan warga sipil Israel menjadi korban brutal oleh “terrorist attack”.
- Menuduh lawan menggunakan tameng manusia / memanfaatkan warga sipil untuk membenarkan korban sipil sebagai akibat tidak langsung dari lawan yang menggunakan fasilitas sipil (sekolah, rumah sakit) atau warga sipil sebagai pelindung.
- Mengontrol atau membatasi akses media. Mengusir atau membatasi media yang dianggap bias, mengendalikan izin liputan, memilih narasumber, kontrol atas jurnalis lokal/internasional.
- Menggunakan media sosial, influencer, dan diplomasi publik global (public diplomacy)
- Memproduksi konten digital, video, infografis dengan memakai influencer, “hasbara toolbox” yang membantu aktivis pro‑Israel di luar negeri agar menyebarkan pesan, serta menjalin hubungan dengan media internasional.
- Disinformasi dan counter disinformasi, dengan cara menangkal klaim lawan, melakukan koreksi cepat terhadap klaim palsu, mempermalukan, mendiskreditkan sumber yang tak diinginkan. juga tindakan censorship terhadap suara‑suara pro‑Palestina.
- Emotional appeal & simbolisme dengan menggunakan gambar atau cerita yang menyentuh (hostages, keluarga korban, anak‑anak) untuk memicu simpati, dan menggunakan retorika moral (terror, kejahatan, keadilan) untuk mendapatkan dukungan emosional.
- Legitimasi moral & hukum dengan menekankan bahwa tindakannya sesuai hukum internasional atau terbatas demi keamanan nasional, mengundang pakar, menyuarakan observasi dari think tank, atau menyematkan burek‑burek lembaga internasional bahwa tindakan lawan tak sah.
- Menghubungkan Israel dengan nilai-nilai Barat / demokrasi dengan menunjukkan bahwa Israel berbagi nilai‑nilai demokrasi, HAM, hukum, pluralisme, kebebasan berbicara, supaya simpati dari publik Barat lebih besar karena ada kesamaan nilai.
- Investasi dalam lobi, hubungan diplomatik, dan citra global dengan memberi dana atau sumber daya untuk advokasi di luar negeri, duta besar, media asing, institusi internasional agar mendukung posisi Israel atau setidaknya memperlakukannya seolah lebih adil di media.
*Adaptasi dan Evolusi*
Ada indikasi bahwa Israel mengembangkan “Hasbara 2.0,” yaitu versi yang lebih agresif, lebih tersentralisasi tapi juga lebih menyebar lewat jaringan independen/influencer. Pemerintah Israel telah menggunakan teknologi digital baru, yaitu AI untuk analisis media, pemantauan real-time terhadap konten di media sosial, deteksi disinformasi, serta penggunaan media sosial untuk menyebarkan dan memperkuat narasi yang diinginkan.
*Kekuatan dan Keberhasilan*
Strategi‑narasi seperti ini punya kelebihan, yaitu :
- Cepat membentuk persepsi. Di era media sosial misalnya, gambar/video yang kuat bisa menyebar jauh dan cepat dalam membentuk opini publik internasional.
- Legitimasi dan dukungan luar negeri. Dimana dengan framing yang mendukung bahwa Israel bertindak untuk pertahanan, bisa mendapat dukungan diplomatik dari negara lain.
- Daya tahan moral dalam negeri guna menyatukan rakyat di belakang pemerintah dengan narasi bahwa “kita diserang, kita harus bertahan”, memperkuat ikatan nasionalisme.
*Kelemahan dan Kritik*
Tapi juga ada tantangan dan risikonya, yaitu :
- Isu dugaan bias dan kredibilitas, terutama bila ada bukti bahwa narasi dibentuk secara manipulatif, atau ada inkonsistensi, bisa merusak kepercayaan.
- Kritik HAM dan hukum internasional saat ada korban sipil dan kerusakan infrastruktur bisa menjadi masalah besar jika tidak diakui atau jika pembelaannya dianggap lemah.
- Reaksi balik di digital saat ada aktivis, wartawan independen, media alternatif yang mendokumentasikan kejadian di lapangan, termasuk yang memperlihatkan sisi korban Palestina, sehingga bisa menantang narasi resmi.
- “Narasi kelelahan” kalau publik internasional merasa sudah sering diberi penjelasan yang sama, mungkin menjadi kurang responsif, atau skeptis terhadap klaim yang diajukan.
- Tuduhan memanipulasi informasi / sensor. Tindakan membatasi media atau memblokir suara pro‑Palestina bisa dianggap sebagai pelanggaran terhadap kebebasan berekspresi.
Itulah sedikit penjelasan yang terkait dengan strategi yang sering dilakukan oleh pemerintah Israel dalam mengendalikan narasi publik. Baik narasi publik di dalam negeri ataupun narasi yang lebih besar untuk masyarakat internasional. Dengan memahami pola dan cara kerja pengendalian narasi seperti itu, maka diharapkan kita semua bisa lebih bijak dalam menerima berbagai informasi yang beredar, baik narasi visual, narasi audio, maupun narasi teks bacaan.



Tidak ada komentar:
Posting Komentar