Oleh : Dede Farhan Aulawi
Industri konstruksi merupakan sektor dengan tingkat risiko kecelakaan kerja yang tinggi akibat kompleksitas aktivitas, dinamika lokasi kerja, keberagaman tenaga kerja, serta penggunaan peralatan berat. Dalam konteks inilah Job Hazard Analysis (JHA) menjadi instrumen kunci untuk memastikan bahwa setiap tahapan pekerjaan dikendalikan secara sistematis dan terukur. JHA pada pekerjaan konstruksi bukan sekadar formalitas dokumen, tetapi fondasi budaya keselamatan yang menentukan kualitas operasional suatu proyek.
Karakteristik konstruksi yang berubah dari hari ke hari, mulai dari kondisi tanah, pergerakan alat berat, pekerjaan di ketinggian, aktivitas pengangkutan material, hingga interaksi antar-kontraktor, menjadikan risiko keselamatan terus berkembang. JHA berfungsi mengurai pekerjaan konstruksi menjadi langkah-langkah kecil sehingga potensi bahaya di setiap tahap dapat diidentifikasi lebih detil. Dengan demikian, pekerjaan berlangsung lebih terencana, efisien, dan aman.
JHA menjadi sangat krusial pada konstruksi karena :
- Banyak pekerjaan bersifat non-rutin, sehingga risiko lebih sering terabaikan.
- Adanya multidisiplin di lapangan, seperti sipil, mekanikal, elektrikal, sehingga potensi bahaya beragam.
- Tingginya penggunaan peralatan berat dan pekerjaan berbahaya (high-risk activities) seperti lifting, scaffolding, excavation, dan hot work.
JHA pada konstruksi umumnya mencakup pekerjaan-pekerjaan berikut :
- Pekerjaan galian dan timbunan
- Pemasangan scaffolding
- Pekerjaan struktur (bekisting, pembesian, pengecoran)
- Pekerjaan lifting material dengan crane
- Pekerjaan atap dan di ketinggian
- Pekerjaan elektrikal
- Pekerjaan mekanikal seperti pemasangan pipa, ducting, dan instalasi peralatan
- Pekerjaan finishing yang melibatkan bahan kimia
Setiap pekerjaan memiliki karakteristik bahaya yang berbeda sehingga JHA harus disusun spesifik terhadap metode kerja aktual.
*Tahapan Penyusunan JHA pada Konstruksi*
a. Identifikasi Pekerjaan Berisiko
Supervisor, HSE officer, dan mandor mengidentifikasi pekerjaan mana yang memerlukan JHA berdasarkan :
- tingkat risiko pekerjaan
- riwayat kecelakaan di proyek
- metode kerja baru
- penggunaan alat berat
b. Penguraian Tahapan Kerja
Setiap pekerjaan dipecah menjadi tahapan logis. Misalnya, untuk pekerjaan pengecoran :
- Persiapan perancah
- Pemasangan bekisting
- Pemasangan pembesian
- Inspeksi sebelum pengecoran
- Pengecoran
- Perawatan beton
Tahapan-tahapan ini menjadi dasar identifikasi bahaya.
c. Identifikasi Bahaya pada Setiap Tahap
Bahaya pada konstruksi mencakup :
- Fisik: jatuh dari ketinggian, tertimpa material, tersandung, terjepit alat.
- Mekanis: crane failure, alat berat terguling, pinch point.
- Struktural: runtuhnya galian, ambruknya bekisting, gagal penyangga.
- Kimia: paparan semen basah, cat, pelarut, gas berbahaya.
- Elektrikal: kabel terkelupas, kontak tidak sengaja dengan jaringan listrik.
- Lingkungan: panas ekstrem, hujan deras, permukaan licin.
Identifikasi dilakukan melalui tinjauan lapangan dan diskusi teknis.
d. Penentuan Pengendalian Risiko
Pengendalian disusun mengikuti Hirarki Pengendalian :
- Eliminasi: menghilangkan langkah berbahaya
- Substitusi: mengganti metode, alat, atau material
- Engineering Control: pagar pengaman, guardrail, alat bantu lifting
- Administrative Control: permit-to-work, briefing toolbox, rambu K3
- APD: helm, safety harness, sepatu boot, sarung tangan
Pengendalian harus realistis dan dapat dipatuhi oleh pekerja konstruksi.
e. Implementasi dan Sosialisasi
Sebelum pekerjaan dimulai, supervisor wajib menjelaskan hasil JHA kepada tim. Pemahaman pekerja sangat penting karena merekalah yang menjalankan pekerjaan. JHA harus tersedia di titik kerja (point-of-work) agar mudah direview setiap saat.
*Contoh Penerapan JHA pada Pekerjaan Konstruksi*
1) Pekerjaan Scaffolding
- Bahaya: jatuh dari ketinggian, scaffolding ambruk, objek jatuh.
- Pengendalian: sertifikasi scaffolder, platform lengkap guardrail, pemeriksaan harian, akses aman, penggunaan full body harness.
2) Pekerjaan Galian
- Bahaya: longsor, tertimbun tanah, gas berbahaya, alat berat menabrak pekerja.
- Pengendalian: penyanggaan galian (shoring), barrier, deteksi gas, pengaturan area kerja, komunikasi dengan operator alat berat.
3) Pekerjaan Lifting
- Bahaya: beban terlepas, sling putus, komunikasi buruk.
- Pengendalian: rigger bersertifikat, inspeksi sling, penggunaan tag line, area eksklusi, sinyal komunikasi standar.
*Tantangan Implementasi JHA di Konstruksi*
Beberapa tantangan nyata meliputi :
- Tekanan target waktu membuat JHA dilakukan secara cepat dan tidak detail.
- Perubahan metode kerja mendadak tanpa memperbaharui JHA.
- Rendahnya budaya pelaporan bahaya (hazard reporting).
- Kurangnya pelatihan bagi mandor dan pekerja mengenai pentingnya JHA.
Oleh karena itu, dukungan manajemen dan supervisi sangat menentukan penerapan JHA yang efektif.
Dengan demikian, Job Hazard Analysis merupakan pilar utama dalam pengendalian risiko di pekerjaan konstruksi. Dengan pendekatan sistematis, mengurai pekerjaan, mengenali bahaya, dan menentukan pengendalian, JHA tidak hanya menurunkan angka kecelakaan, tetapi juga meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Penerapan JHA yang konsisten menciptakan lingkungan konstruksi yang aman, profesional, dan berkelanjutan. Pada akhirnya, proyek konstruksi yang sukses bukan hanya yang selesai tepat waktu, tetapi juga yang bebas dari kecelakaan dan memastikan seluruh pekerja pulang dengan selamat setiap hari.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar