Analisis Penyebab Ekspor Udang Beku Indonesia Ditolak AS - bregasnews.com - Koran Online Referensi Berita Pantura

Breaking

Home Top Ad

Post Top Ad

Selasa, 18 November 2025

Analisis Penyebab Ekspor Udang Beku Indonesia Ditolak AS


Oleh : Dede Farhan Aulawi
Ekspor udang beku Indonesia ke Amerika Serikat (AS) mengalami guncangan serius setelah Badan Pengawas Makanan dan Obat AS (FDA) mendeteksi jejak isotop radioaktif Cesium-137 (Cs-137) dalam sampel udang. Temuan ini memicu penolakan kontainer udang dari eksportir tertentu dan menimbulkan keprihatinan atas keamanan pangan, reputasi industri perikanan nasional, serta risiko ekonomi bagi para pelaku usaha. Untuk memahami peristiwa ini secara mendalam, perlu dianalisis akar penyebab munculnya kontaminasi, faktor kelemahan sistem pengawasan, serta dampak jangka panjang dan solusi.

Investigasi oleh Satgas menemukan bahwa sumber Cs-137 berasal dari kawasan industri Cikande, Serang (Banten). Secara khusus, dugaan diarahkan pada pabrik peleburan logam yang menggunakan scrap impor (besi bekas) yang terkontaminasi radioaktif. Scrap radioaktif tersebut kemudian menyebar melalui debu atau partikel radiasi yang menempel ke kontainer atau fasilitas pemrosesan udang, bukan berasal dari udang itu sendiri. 

Menurut laporan Satgas, scrap metal bekas disimpan dalam kontainer. Ketika kontainer tersebut kembali digunakan untuk muatan udang, kontaminan radioaktif bisa menempel. Hal ini menunjukkan kegagalan manajemen logistik. Kontainer mungkin belum diperiksa secara menyeluruh atau tidak didekontaminasi sebelum digunakan ulang, sehingga menjadi vektor kontaminasi.

KKP menyatakan bahwa paparan radioaktif bersifat kasuistik (insidental), terjadi pada beberapa lot/kontainer tertentu saja, bukan merupakan masalah sistemik di seluruh ekspor udang. Meskipun demikian, asosiasi pengusaha perikanan mengkritik kebijakan pemerintah yang membebaskan peredaran produk udang dari pabrik tercemar setelah Sertifikat Pelepasan diterbitkan. Hal ini memperlihatkan potensi kelemahan transparansi dalam proses pengujian dan sertifikasi, serta potensi risiko reputasi berkelanjutan.

Temuan dari pemeriksaan KLH menunjukkan bahwa bagian pabrik (blower, ventilator) memiliki tingkat radiasi lebih tinggi dari normal, meski menurut pemerintah bahan baku udang (tambak, pasokan) aman. Ini menunjukkan bahwa meskipun sumber kontaminasi utama bukan dari perairan budidaya udang, fasilitas pemrosesan dapat menjadi titik kritis paparan.

*Standar Keamanan Internasional vs Nasional*
FDA AS mendeteksi radiasi pada level 68 Bq/kg dalam udang yang ditolak.  Menurut KKP, ambang baku nasional adalah 500 Bq/kg, sementara ambang FDA adalah 1.200 Bq/kg. Perbedaan standar ini menunjukkan potensi miskomunikasi risiko, meski secara nasional dinilai aman, dari perspektif FDA ada kekhawatiran jangka panjang.

Pemerintah membentuk Satgas untuk menyelidiki kasus ini dan menetapkan Cikande sebagai zona radiasi khusus. Namun, asosiasi pengusaha menilai penanganan kurang transparan, data uji radioaktif seharusnya ditampilkan kuantitatif, bukan hanya kualitatif. Kritik ini bisa menurunkan kepercayaan pasar global terhadap ekspor perikanan Indonesia.

*Kerugian Ekonomi Langsung*
- Ekspor udang yang ditolak AS mencapai ratusan ton dan diperkirakan merugi miliaran rupiah. 
- Penurunan kepercayaan buyer internasional bisa menekan volume ekspor di masa depan.
- Reputasi Industri Perikanan
- Kasus radioaktif bisa merusak citra udang Indonesia secara global, terutama di pasar utama seperti AS. 
- Kepercayaan buyer terhadap kualitas dan keamanan pangan menjadi krusial, dan skandal semacam ini dapat memberi sinyal negatif jangka panjang.

Kasus ini menunjukkan bahwa regulasi pengawasan lingkungan, radiasi, dan keamanan pangan harus lebih sinergis antar instansi (KKP, Bapeten, KLH). Pemantauan kontainer, material bekas (scrap), dan fasilitas pemrosesan harus diperketat untuk mencegah kontaminasi ulang.

*Risiko Kesehatan Publik*
Walaupun kadar Cs-137 yang terdeteksi rendah (di bawah ambang FDA), paparan jangka panjang tetap menjadi perhatian. Jika tak dikelola dengan transparan dan efektif, kasus ini bisa menimbulkan keresahan publik terkait keselamatan pangan.

*Rekomendasi*
- Penguatan Pengawasan dan Pemantauan. Pemerintah perlu memperkuat sistem inspeksi radiasi di situs industri (seperti Cikande) dengan kolaborasi Bapeten, KLH, dan instansi perikanan
- Melakukan audit kontainer bekas (scrap) sebelum digunakan untuk ekspor produk pangan, serta prosedur dekontaminasi wajib.
- Transparansi dan Pelibatan Publik. Hasil uji radioaktif (kuantitatif) harus diumumkan ke publik dan pelaku industri agar ada kejelasan risiko dan tindakan pencegahan.
- Satgas radiasi harus melibatkan stakeholder (asosiasi perikanan, eksportir, masyarakat lokal) dalam proses monitoring dan mitigasi.

*Peninjauan Standar Internasional*
- Meninjau kembali standar nasional terkait radioaktivitas pangan agar lebih sejalan dengan standar internasional yang menjadi patokan buyer (misalnya AS).
- Menjalin dialog teknis dengan FDA dan otoritas internasional lain untuk memperkuat protokol ekspor pangan yang sensitif.
- Pencegahan di Tingkat Industri. Industri pengolahan seafood (termasuk udang) di zona berisiko (seperti dekat pabrik logam) harus menerapkan kontrol radiasi rutin.
- Pelatihan bagi pekerja pabrik, termasuk cara mendeteksi potensi kontaminasi dan menjaga kebersihan kontainer.

Dengan demikian, kasus ekspor udang beku Indonesia yang ditolak AS karena kontaminasi Cs-137 bukanlah masalah trivial, melainkan akibat persimpangan kegagalan dalam manajemen rantai pasok, pengawasan lingkungan, dan prosedur ekspor. Akar permasalahan terutama berasal dari kontaminasi industri logam di kawasan pabrik, serta penggunaan ulang kontainer bekas tanpa dekontaminasi yang tepat. Meski tingkat radiasi yang terdeteksi relatif rendah, dampak ekonomi dan reputasi untuk ekspor perikanan Indonesia sangat besar. Oleh karena itu, diperlukan upaya serius dari pemerintah dan pelaku industri untuk memperkuat kontrol, meningkatkan transparansi, dan menegakkan standar keselamatan pangan yang selaras dengan ekspektasi pasar internasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Iklan Disewakan

Laman