Oleh : Dede Farhan Aulawi
Fenomena keterlibatan anak dalam jaringan radikalisme dan terorisme merupakan ancaman serius bagi ketahanan sosial sebuah bangsa. Anak yang seharusnya berada pada fase perkembangan emosional dan intelektual justru dimanfaatkan oleh kelompok ekstrem untuk dijadikan alat propaganda maupun pelaksana tindakan kekerasan. Proses radikalisasi terhadap anak biasanya berlangsung secara tersembunyi dan bertahap, sehingga memerlukan pemahaman mendalam tentang indikator-indikator yang bisa dikenali sejak awal. Dengan pemahaman ini, keluarga, sekolah, dan masyarakat dapat melakukan pencegahan lebih dini.
1. Perubahan Pola Pikir Secara Ekstrem
Salah satu tanda paling awal adalah perubahan cara berfikir yang drastis. Anak mulai menunjukkan :
- Cara pandang hitam-putih dalam menilai orang atau kelompok.
- Keyakinan bahwa kekerasan adalah satu-satunya jalan perubahan.
- Penolakan terhadap keberagaman, baik agama, etnis, maupun pandangan.
Pergeseran ini biasanya muncul setelah anak menerima materi indoktrinasi dari sumber tertentu, baik melalui internet maupun pergaulan.
2. Konsumsi Konten Digital Radikal
Anak yang mulai terpapar paham ekstrem biasanya menonton, membaca, atau mengikuti :
- Video propaganda ekstremis.
- Grup tertutup di media sosial yang mengajarkan intoleransi.
- Konten heroik tentang “perjuangan” kelompok teroris.
Kemampuan anak yang tinggi dalam menggunakan internet membuat proses indoktrinasi digital berjalan cepat, terutama jika tidak disertai literasi digital yang baik.
3. Perubahan Perilaku Sosial
Radikalisasi sering terlihat melalui perubahan perilaku sehari-hari, seperti :
- Menarik diri dari lingkungan pertemanan yang sebelumnya dekat.
- Tidak lagi mengikuti kegiatan sekolah atau keluarga.
- Menolak berinteraksi dengan orang yang dianggap berbeda keyakinan.
Perubahan ini terjadi karena anak mulai mengadopsi narasi “kita vs mereka” sehingga memisahkan dirinya dari lingkungan sosial normal.
4. Ketaatan Buta pada Tokoh atau Sumber Tertentu
Anak mungkin menunjukkan :
- Pengagungan berlebihan kepada tokoh tertentu yang dianggap “pejuang”.
- Kepatuhan penuh terhadap arahan mentor atau kelompok.
- Penolakan terhadap pendapat guru atau orang tua yang tidak sesuai dengan ideologi tersebut.
Situasi ini menunjukkan adanya proses pencarian identitas yang dimanfaatkan kelompok radikal untuk mengikat anak secara emosional.
5. Pola Komunikasi Tertutup
Indikator lain adalah perubahan signifikan pada cara anak berkomunikasi :
- Sering menghapus riwayat pesan atau membuka akun media sosial baru.
- Menggunakan bahasa sandi atau simbol tertentu.
- Menolak untuk meminjamkan ponsel atau perangkat digital kepada keluarga.
Ini menandakan bahwa anak menyembunyikan sesuatu yang berkaitan dengan jaringan atau aktivitas ekstrem.
6. Perubahan Sikap Beragama Secara Mendadak
Walaupun sikap religius merupakan hal positif, radikalisasi biasanya ditandai oleh :
- Praktik keberagamaan yang kaku dan tidak toleran.
- Mengkafirkan orang lain, termasuk keluarga.
- Menolak ajaran formal di sekolah atau tempat ibadah yang dianggap “tidak murni”.
Perubahan seperti ini menunjukkan bahwa pemahaman agama anak telah digeser menuju ideologi kekerasan.
7. Ketertarikan pada Aksi Kekerasan atau Kemartiran
Anak mungkin mulai :
- Mengagumi kisah bom bunuh diri atau “syahid” dalam versi kelompok teroris.
- Membuat gambar, tulisan, atau obrolan tentang senjata, perang, dan kekerasan.
- Menganggap tindakan ekstrem sebagai hal mulia.
Ini sangat berbahaya karena menandai internalisasi nilai-nilai ekstremis.
8. Akses atau Kontak dengan Jaringan Tertentu
Indikator serius lainnya adalah :
- Anak berhubungan dengan orang atau grup online yang dikenal sebagai simpatisan ekstremis.
- Mengikuti pertemuan tertutup, meski secara digital.
- Mendapatkan kiriman materi dari sumber tertentu.
Keterlibatan langsung seperti ini menunjukkan anak sudah masuk tahap lanjut radikalisasi.
Jadi, keterlibatan anak dalam radikalisme dan terorisme tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan melalui proses panjang yang memanfaatkan kerentanan psikologis, lingkungan sosial, dan paparan konten digital. Pemahaman terhadap indikator-indikator ini menjadi penting bagi orang tua, pendidik, dan masyarakat untuk melakukan intervensi dini sebelum anak terjerumus lebih jauh. Upaya pencegahan harus mengedepankan pendekatan humanis, edukatif, serta penguatan identitas positif pada anak, sehingga mereka lebih tahan terhadap narasi ekstrem yang memecah belah.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar