Format Tuntutan Hukum Publik Atas Korporat Perusak Hutan - bregasnews.com - Koran Online Referensi Berita Pantura

Breaking

Home Top Ad

Post Top Ad

Selasa, 09 Desember 2025

Format Tuntutan Hukum Publik Atas Korporat Perusak Hutan


Oleh : Dede Farhan Aulawi
Kerusakan hutan yang dilakukan oleh korporasi bukan sekadar tindak pelanggaran administratif, tetapi merupakan bentuk public wrong karena menimbulkan kerugian ekologis, sosial, ekonomi, dan budaya yang luas. Oleh karena itu, pembacaan terhadap kerusakan hutan harus ditempatkan dalam kerangka tanggung jawab publik, di mana negara, masyarakat sipil, dan lembaga peradilan memiliki kedudukan untuk menuntut pemulihan (restorative justice) dan penghukuman (punitive justice) terhadap korporasi pelaku perusakan hutan. Format tuntutan hukum publik yang tepat harus memadukan legal standing, pembuktian ilmiah, serta penegakan strict liability terhadap korporat.

*Landasan Hukum Tuntutan Publik atas Kerusakan Hutan*

a. Dasar konstitusional

Pasal 28H dan Pasal 33 UUD 1945 menegaskan hak atas lingkungan hidup yang baik serta penguasaan negara terhadap sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

b. Peraturan perundang-undangan turunan

- UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH)

- Pasal 90–93: class action, citizen lawsuit, dan legal standing organisasi lingkungan.

- Pasal 88: prinsip strict liability terhadap pencemar/perusak lingkungan.

- Pasal 87: kewajiban pemulihan lingkungan dan ganti rugi ekologis.

- UU Kehutanan (UU 41/1999). Tindakan perusakan hutan dikenai sanksi administratif, perdata, dan pidana.

- UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU 18/2013). Memuat sanksi tegas terhadap korporasi dan pengurusnya.

Landasan ini menjadi kerangka legitimasi bagi warga atau organisasi publik untuk mengajukan tuntutan formal terhadap korporasi.

*Format dan Struktur Tuntutan Hukum Publik*

Tuntutan hukum publik yang ideal memiliki struktur yang sistematis sebagai berikut :

A. Identitas dan Legal Standing Penggugat

- Menjelaskan kapasitas penggugat, apakah: 

- Class action: mewakili korban terdampak.

- Citizen lawsuit: bertindak atas nama kepentingan umum karena negara dianggap lalai.

- Legal standing NGO: lembaga yang berfokus pada perlindungan lingkungan. Legal standing harus dibuktikan dengan rekam jejak, keterwakilan, dan urgensi tindakan.

B. Uraian Fakta Perusakan Hutan

Harus memuat :

- Lokasi dan skala kerusakan hutan 
- Luas area, jenis ekosistem, dan waktu kejadian.
- Kronologi tindakan korporasi 
- Pembukaan lahan, pembakaran, pembalakan liar, atau kelalaian penjagaan konsesi.
- Keterkaitan langsung antara tindakan korporat dan kerusakan 
- Rujukan pada izin operasi, audit lingkungan, citra satelit, atau laporan KLHK.
- Uraian fakta harus kuat, terukur, dan diverifikasi oleh ahli.

C. Dasar Hukum Pelanggaran

Penggugat wajib memformulasikan pasal-pasal yang dilanggar, misalnya :

- Pelanggaran Pasal 69 UU PPLH (perusakan/pencemaran).

- Pelanggaran Pasal 50 UU Kehutanan (kegiatan tanpa izin).

- Pertanggungjawaban korporasi melalui Pasal 118–120 UU PPLH atau UU 18/2013.

D. Argumentasi Yuridis

Bagian ini menjadi inti tuntutan dan memuat :

1.Pertanggungjawaban Korporasi

- Korporasi bertanggung jawab sebagai subjek hukum.
- Pengurus/penanggung jawab dapat dimintai pertanggungjawaban individu.

2.Penerapan Strict Liability

Digunakan ketika kerusakan disebabkan kegiatan yang berisiko tinggi (ultra-hazardous), misalnya perkebunan, tambang, atau HTI.
Tidak perlu membuktikan kesalahan, hanya hubungan kausal dan dampak.

3.Presumption of Liability (Pembalikan Beban Pembuktian)

Korporasi wajib membuktikan bahwa kerusakan bukan akibat operasinya, terutama dalam kasus kebakaran hutan.

4.Kerugian Ekologis

Penggugat dapat menuntut ecological loss :

- Hilangnya keanekaragaman hayati.
- Penurunan kualitas tanah dan air.
- Kerusakan jasa ekosistem.
- Metode valuasi dapat menggunakan pendekatan KLHK, valuasi ekonomi lingkungan, atau metode replacement cost.

E. Tuntutan atau Petitium

Format petitium dalam tuntutan hukum publik harus mencakup :

1.Permintaan Deklarasi

- Menyatakan korporasi terbukti melakukan perusakan hutan.

- Menyatakan tindakan tersebut melanggar hak publik atas lingkungan.

2.Pemulihan Lingkungan (Restorasi)

- Rehabilitasi hutan dan pemulihan fungsi ekologis.
- Reklamasi lahan dan restorasi daerah tangkapan air.
- Rehabilitasi keanekaragaman hayati.

3.Ganti Rugi Publik

- Kompensasi kepada masyarakat terdampak.
- Ganti rugi ekologis kepada negara.
- Biaya pemulihan lingkungan.

4.Sanksi Tambahan

- Pencabutan izin.
- Pembekuan seluruh aktivitas operasional.
- Larangan ekspansi usaha.
- Denda maksimal sesuai UU.

5.Tuntutan Pidana Korporasi (jika dilakukan paralel)

- Pidana denda terhadap korporasi.
- Pidana terhadap pengurus yang terlibat.
- Perampasan keuntungan dari tindak perusakan.

*Prinsip-Prinsip Hukum Modern untuk Memperkuat Tuntutan*

Untuk memastikan efek jera dan pemulihan jangka panjang, gugatan publik harus mengadopsi prinsip :

a. Polluter Pays Principle

- Pelaku wajib menanggung seluruh biaya pemulihan.

b. Restorative Environmental Justice

- Memulihkan ekosistem sebagai korban utama.

c. Public Interest First

- Melindungi generasi sekarang dan mendatang.

d. Corporate Criminal Responsibility

- Melihat korporasi sebagai entitas yang dapat dipidana.

Jadi, tuntutan hukum publik terhadap korporasi perusak hutan harus disusun secara ilmiah, sistematis, dan berorientasi pada pemulihan lingkungan serta keadilan publik. Dengan format yang tepat, mulai dari legal standing hingga petitium yang komprehensif litigasi dapat menjadi instrumen kuat dalam mendorong korporasi untuk bertanggung jawab. Lebih jauh lagi, tuntutan ini menjadi penegasan bahwa hutan adalah aset publik yang tidak boleh dikorbankan demi keuntungan segelintir pihak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Iklan Disewakan

Laman