Modus dan Prinsip Kerja Fraud Berbasis Digital - bregasnews.com - Koran Online Referensi Berita Pantura

Breaking

Home Top Ad

Post Top Ad

Selasa, 02 Desember 2025

Modus dan Prinsip Kerja Fraud Berbasis Digital

Oleh : Dede Farhan Aulawi
Perkembangan teknologi informasi telah menghadirkan transformasi besar dalam model bisnis, pelayanan publik, dan aktivitas transaksi masyarakat. Namun, digitalisasi juga membuka ruang baru bagi pelaku kejahatan untuk mengeksploitasi celah keamanan, perilaku pengguna, dan kelemahan prosedural. Fraud berbasis digital (digital fraud) kini menjadi ancaman sistemik yang dapat menimbulkan kerugian finansial, mengganggu kepercayaan publik, dan merusak integritas ekosistem digital. Untuk memahami ancaman tersebut, perlu ditinjau dua aspek utama: modus operandi dan prinsip kerja yang melandasi berbagai bentuk penipuan digital di era modern.

*Modus Operandi Fraud Berbasis Digital*

1.Social Engineering (Rekayasa Sosial)

Modus ini memanfaatkan kelemahan psikologis manusia. Pelaku tidak selalu menyerang sistem teknologi, tetapi menipu pengguna agar memberikan akses sensitif. Bentuk-bentuknya meliputi : 

- Phishing: pesan palsu melalui email/SMS yang mengarahkan korban ke situs tiruan.

- Vishing dan Smishing: manipulasi lewat telepon atau pesan singkat untuk meminta OTP, PIN, atau kredensial.

- Impersonation: menyamar sebagai pejabat bank, polisi, atau petugas layanan digital.

Kunci keberhasilan modus ini adalah sense of urgency dan kepercayaan semu yang dibangun oleh pelaku.

2.Account Takeover (ATO)

Pelaku berupaya mengambil alih akun korban di platform perbankan, e-commerce, atau media sosial. Cara-cara yang digunakan meliputi :

- Peretasan password menggunakan kredensial bocor.

- Penggunaan malware untuk mencuri data login.

- Intersepsi OTP melalui SIM swap fraud.

Setelah akses diperoleh, pelaku dapat melakukan transaksi ilegal, memeras korban, atau menyebarkan penipuan lanjutan.

3.Pembajakan Identitas Digital (Identity Theft)

Identitas seperti NIK, nomor telepon, alamat email, atau data biometrik dapat dicuri dari kebocoran data. Pelaku kemudian :

- Membuat akun palsu untuk melakukan transaksi.

- Mengajukan kredit secara fiktif.

- Menjual data tersebut di pasar gelap.

Fraud ini semakin masif seiring maraknya kebocoran data di berbagai sektor.

4.Fake Merchant dan Online Marketplace Scam

Pelaku membuat toko digital palsu, menawarkan produk dengan harga tidak masuk akal, lalu menghilang setelah menerima pembayaran. Variannya termasuk :

- Dropship palsu
- Barang tidak dikirim
- Barang berbeda dari deskripsi (misrepresentation)

Modus ini memanfaatkan celah verifikasi merchant dan kurangnya literasi digital pengguna.

5.Payment Fraud

Penyelewengan terjadi pada proses transaksi keuangan menggunakan :

- Kartu kredit dicuri (card-not-present fraud)
- QR code palsu
- Manipulasi Payment Gateway
- Skimming digital

Di era pembayaran tanpa sentuh, fraud jenis ini semakin canggih dan sulit dideteksi.

6.Investment Scam dan Ponzi Digital

Fraud berkedok investasi online, seperti :

- Robot trading palsu
- Kripto fiktif
- Platform investasi ilegal

Ciri utamanya adalah janji keuntungan tinggi tanpa risiko dan penggunaan narasi teknologi untuk meyakinkan korban.

7.Business Email Compromise (BEC)

Pelaku menyusup ke email korporat dan memalsukan instruksi pembayaran, sehingga dana perusahaan dialihkan ke rekening pelaku. Ini adalah jenis fraud dengan kerugian terbesar secara global.

*Prinsip Kerja Fraud Berbasis Digital*

Fraud digital bekerja berdasarkan serangkaian prinsip fundamental yang memungkinkan pelaku mengeksploitasi sistem dan pengguna secara sistematis.

1.Eksploitasi Kelemahan Manusia

Human error adalah titik masuk paling mudah. Prinsip “the weakest link is the user” berlaku kuat dalam dunia digital. Pelaku memanfaatkan rasa panik, ketidaktahuan teknis, kebiasaan berbagi data, dan kepatuhan pada otoritas semu.

2.Pemanfaatan Celah Teknologi

Fraud terjadi ketika adanya keamanan aplikasi yang lemah, autentikasi tunggal tanpa MFA, enkripsi buruk, API tidak terproteksi, dan kelemahan jaringan publik.

Prinsipnya, selama ada vulnerability, maka dapat dieksploitasi secara otomatis oleh bot, malware, ataupun rekayasa manual.

3.Automation dan Skalabilitas

Pelaku menggunakan script, botnet, AI, dan malware untuk melakukan serangan massal dengan biaya rendah. Dengan otomasi :

- jutaan email phishing dapat dikirim serentak
- kredensial dicoba ribuan kali per menit
- serangan tidak butuh intervensi manusia secara langsung

Ini membuat fraud semakin efisien dan sulit dilacak.

4.Anonimitas dan Ketersembunyian Identitas

Teknologi seperti VPN, Tor, proxy, dan akun palsu memungkinkan pelaku menyamarkan lokasi, memecah jejak transaksi, dan mengaburkan hubungan antaraktor.

Prinsip anonimitas ini mempersulit penegakan hukum lintas negara.

5.Manipulasi Sistem Kepercayaan Digital

Ekosistem digital bergantung pada trust. Pelaku menunggangi elemen tersebut :

- membuat situs menyerupai institusi resmi
- memalsukan sertifikat keamanan
- menggunakan domain mirip (typosquatting)

Begitu kepercayaan terbentuk, korban menjadi lebih mudah dimanipulasi.

6.Exploitation Lifecycle

Fraud digital mengikuti siklus :

- Reconnaissance (pengumpulan data)
- Infiltration (memasuki sistem/akun)
- Exploitation (transaksi atau pemerasan)
- Obfuscation (penyembunyian jejak)
- Cash-out (penarikan dana)

Siklus ini menunjukkan bahwa fraud adalah proses sistematis, bukan tindakan acak.

7.Monetisasi Cepat

Dana hasil kejahatan harus dipindahkan dengan cepat melalui rekening penampung (money mule), dompet digital, aset kripto, dan konversi ke voucher atau game credit.

Prinsip ini membuat aliran dana sulit dilacak setelah melewati beberapa lapisan.

Jadi, fraud berbasis digital merupakan fenomena kompleks yang memadukan kelemahan manusia, kecanggihan teknologi, dan mekanisme penyembunyian identitas. Modusnya kian variatif dan dinamis, sementara prinsip kerjanya semakin matang seiring pemanfaatan automasi dan kecerdasan buatan. Oleh karena itu, upaya mitigasi harus bersifat komprehensif dengan pendekatan teknologi–proses–manusia. Literasi digital, penguatan keamanan sistem, serta kemampuan deteksi dini menjadi fondasi untuk membangun ketahanan terhadap ancaman fraud yang terus berevolusi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Iklan Disewakan

Laman