Bregasnews.com - “ Dalam kehidupan sehari – hari seringkali kita berhadapan dengan satu situasi yang bisa menimbulkan emosi atau amarah. Jika amarah ini tidak dikelola dengan baik, maka berpotensi menimbulkan masalah baru. Oleh karena itu kemampuan seseorang dalam melakukan Teknik dan manajemen amarah ini sangat penting sekali agar tidak bermuaran pada masalah baru yang lebih rumit. Kadangkala sedikit mengalah untuk kebaikan itu penting sekali. Apalagi jika kita memiliki profesi yang memiliki probabilitas yang tinggi untuk menimbulkan amarah jika tidak dikelola dengan baik. Salah satunya profesi kepolisian dimana sering berkaitan dengan pelaku konflik, tindak kekerasan dan perilaku agresif. Dalam menjalankan tugas - tugasnya, aparat kepolisian seringkali berada dalam situasi yang dilematis. Di satu sisi, mereka berperan sebagai pihak yang bertugas melayani, mengayomi dan melindungi masyarakat, namun di sisi lain mereka sering berhadapan dengan oknum masyarakat yang agresif dan berpotensi mengganggu ketertiban maupun keamanan, sehingga tindakan tegas dan terukur terpaksa harus dilakukan “, ujar Pemerhati Kepolisian yang juga Pimpinan Lembaga Pengembangan Profesi dan Teknologi Kepolisian (LP2TK) Dede Farhan Aulawi di Bandung, Senin (29/1).
Hal tersebut ia sampaikan ketika menjawab pertanyaan awak media terkait dengan kemampuan mengelola emosi / amarah para aparat di lapangan. Menurutnya, para aparat sabhara / samapta, khususnya satuan Dalmas (Pengendalian Massa) seringkali berada pada posisi seperti itu ketika sedang menjalankan tugas pengamanan. Petugas seringkali berada dalam situasi yang provokatif dan bisa memancing amarah sehingga keterampilan pengendalian emosi khususnya manajemen amarah menjadi penting sekali. Manajemen amarah adalah cara-cara yang digunakan seseorang agar dapat mengekspresikan atau mengatur amarahnya. Cara-cara tersebut dapat berupa kumpulan strategi coping amarah yang digunakan seseorang untuk mengontrol perasaan-perasaan emosional dan ekspresi kemarahan secara konstruktif.
Selanjutnya Dede juga menjelaskan bahwa pengendalian massa merupakan salah satu tugas fungsi Satuan Samapta Bhayangkara (Sabhara) Polri. Perumusan dan pengembangan Fungsi Samapta meliputi pelaksanaan tugas polisi umum, menyangkut segala upaya pekerjaan dan kegiatan pengaturan, penjagaan, pengawalan, patroli, pengamanan terhadap hak Penyampaian Pendapat Dimuka Umum (PPDU), Pembinaan polisi pariwisata, pembinaan badan usaha jasa pengamanan (BUJP), SAR terbatas, Teknis Penanganan Tempat Kejadian Perkara (TPTKP), Tindak Pidana Ringan (TIPIRING) dan Penegakan Peraturan Daurah (GAK PERDA), Pengendalian Massa (DALMAS), negosiasi, pengamanan terhadap proyek vital / obyek vital dan pemberdayaan masyarakat, pemberian bantuan satwa untuk kepentingan perlindungan, pengayoman dan pelayanan, serta pertolongan dan penertiban masyarakat (Keppres RI Nomor 70 Tahun 2002).
Peraturan Kapolri No. 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa menjelaskan bahwa dalam kondisi apapun, anggota satuan dalmas dilarang bersikap arogan dan terpancing perilaku massa. Anggota Satuan Samapta, khususnya petugas Dalmas, menjalani pekerjaan dengan tingkat stress dan resiko yang cukup tinggi.
Kemudian Dede juga menambahkan terkait langkah - langkah yang dapat dilakukan seseorang dalam melakukan manajemen amarah, yaitu memahami dan mengenali kemarahan, mengidentifikasi dan bersiap-siap menghadapi kemarahan, menyadari kemarahan dan meredakan gejolaknya, mengidentifikasi dan mengubah pikiran-pikiran yang dapat memperparah kemarahan, dan berusaha untuk tetap tenang saat situasi “memanas” sambal mengevaluasi situasi.
Penggolongan gaya coping amarah terbagi dua macam, yaitu amarah yang diekspresikan ke dalam (anger-in), dan ke luar (anger-out). Anger-in merupakan kecenderungan gaya ekspresi ketika seseorang menekan amarahnya dengan tidak menunjukkannya maupun mengarahkan amarahnya ke dalam (kepada diri sendiri), sedangkan anger-out adalah kecenderungan ekspresi dengan melampiaskan kemarahan secara terbuka dalam perilaku agresif yang jelas. Kedua gaya ekspresi tersebut menunjukkan bagaimana seseorang membentuk respon terhadap pengalaman perasaan marah.
Lebih lanjut Dede menguraikan enam bentuk respon yang dapat digunakan sebagai strategi coping amarah, yaitu (1) pengekspresian langsung (direct anger-out), merupakan bentuk strategi agresi dalam merespon pemicu amarah, (2) penghindaran (avoidance), yakni bentuk strategi yang sangat pasif ketika individu melakukan penghindaran atau menekan amarahnya dan tidak mengekspresikannya kepada orang lain, (3) tindakan asertif (assertion), merujuk kepada kemampuan untuk mengekspresikan kemarahan secara konstruktif atau menerapkan pemecahan masalah terhadap peristiwa yang menimbulkan amarah, (4) penyebaran (diffusion), yakni strategi yang melibatkan pengalihan amarah kepada stimulus maupun aktifitas lain sebagai pergantian dari objek atau stimulus amarah yang sebenarnya, (5) pencarian dukungan sosial (social support-seeking), merupakan langkah - langkah yang dilakukan seseorang dalam mencari dukungan dari teman maupun kerabat untuk memecahkan masalah yang menimbulkan amarah, (6) perenungan (rumination), merupakan kecenderungan untuk melakukan coping amarah dengan secara berulang-ulang memikirkan atau mengungkit - ungkit penyebab masalah yang membangkitkan kemarahan.
Dari keenam strategi tersebut, pengekspresian langsung dan penghindaran merupakan bentuk strategi ekstrim pelampiasan dan penekanan amarah. Tiga strategi lainnya (tindakan asertif, penyebaran, dan pencarian dukungan sosial) merupakan bentuk strategi moderat atau adaptif, sementara perenungan dapat dikelompokkan ke dalam strategi pasif yang tidak ekstrim dalam menyikapi amarah. Ada dua macam perubahan appraisal yang dialami para petugas dalam menanggapi situasi provokatif dalam bertugas, yaitu penyesuaian terfokus pada kejadian (event focused adjustment), dan penyesuaian terfokus pada konteks (contextual focused adjustment).
“ Jadi manajemen amarah merupakan akumulasi upaya-upaya yang dilakukan untuk membangun pengelolaan yang baik terhadap amarah. Komponen-komponen pembentuknya ada 4 yaitu pemaknaan amarah, rekognisi pengalaman amarah, pemilihan respon, dan evaluasi. Analisa tematik menunjukkan adanya beberapa karakteristik unik dari manajemen amarah tersebut, yaitu penyesuaian appraisal, pengkondisian strategi coping amarah, serta identifikasi peran dan identitas dalam manajemen amarah. Manajemen amarah yang efektif dapat dibentuk melalui modifikasi kognitif dengan penyesuaian appraisal “, pungkas Dede.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar