Bregasnews.com - “ Pengemban fungsi penerangan di TNI sangat penting sekali untuk memberikan informasi kepada publik terkait dengan kegiatan dan kinerja TNI sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat sesuai dengan UU Keterbukaan Informasi Publik. Di samping itu tentu masih banyak hal lain yang dianggap perlu diketahui oleh masyarakat, sehingga transparansi informasi menjadi sangat penting di era keterbukaan ini “, ujar Pemerhati Hankam Dede Farhan Aulawi di Mabes TNI Cilangkap Jakarta, Selasa (4/3).
Hal tersebut ia sampaikan saat dirinya menjadi narasumber Rapat Koordinasi Teknis Penerangan (Rakornispen) TNI tahun 2024 dengan mengusung tema " SOLIDITAS JAJARAN PENERANGAN TNI SIAP MEWUJUDKAN TNI PRIMA MENUJU INDONESIA MAJU ". Kegiatan dibuka oleh Kasum TNI Letjend. Bambang Ismawan yang diwakili oleh Irjen TNI, Letjen TNI Marinir Suhartono. Rakornispen TNI TA.2024 ini di ikuti oleh 162 peserta jajaran penerangan TNI AD, TNI AL dan TNI AU, yang dilaksanakan secara hybrid di Aula Balai Wartawan Mabes TNI Cilangkap Jakarta Timur.
Seluruh rangkaian acara juga dihadiri langsung oleh Kapuspen TNI, Mayor Jenderal TNI DR. R. Nugraha Gumilar, Kadispen Angkatan (AD, AL, AU), Dansatintel Geospasika dan Dansatinteltek dari BAIS TNI, para Kadispen Angkatan serta diikuti 60 peserta offline dan 100 peserta online lainnya melalui Vicon/Daring.
Pda kesempatan ini, Dede menjelaskan secara rinci Fungsi Strategis Penerangan TNI baik di masa damai maupun masa perang. Mulai dari buku The Third Wave 1980 yang ditulis futurolog AS bernama Alvin Toffler tentang banjirnya arus informasi, lalu dikaitkan dengan teori Post Truth Steve Telsich, VUCA hingga BANI yang menjadikan kompleksitas tantangan tugas pengemban fungsi Penerangan TNI semakin berat dengan tingkat kompleksitas permasalahan semakin rumit.
Disisi lain peperangan saat ini memasuki era peperangan hibrida, sehingga medan pertempuran tidak hanya disibukkan oleh peran konvensional semata, melainkan sudah diintegrasikan dengan perang informasi, perang media, perang siber, perang psikologi/ urat syaraf dan lain - lain, sehingga spektrum dan area pertempuran semakin luas dan terjadi di berbagai lini. Dalam konteks inilah peran dan fungsi penerangan semakin strategis. Desain perencanaannya tidak hanya di masa damai, tetapi juga harus ada skenario di masa perang. Bukan hanya siap dengan strategi Defensive Cyberspace Operation (DCO) saja, tetapi juga Ofensive Cyberspace Operations (OCO).
Dalam Perang Rusia vs Ukraina, bisa melihat bagaimana dahsyatnya pertempuran informasi di dunia siber untuk merubuhkan mental dan militansi juang pihak musuh. Ketangguhan mental juang dan semangat bela negara terkoyak dengan agitasi opini, propaganda dan kontra propaganda masing-masing pihak. Baik langsung kepada prajurit, keluarga, masyarakat, para tokoh dan politisi, hingga masyarakat internasional. Pertempuran sesungguhnya tidak dimulai saat serangan pertama, tetapi jauh sebelumnya sejak mulai diganggunya platform - platform informasi strategis, hingga pembentukan milisi - milisi yang melakukan pembangkangan terhadap pemerintahnya. Itulah langkah pertama dalam perang hibrida.
“ Fungsi penerangan di era 4.0, bahkan 5.0 (smart defence) publikasi informasi menggunakan media berbasis internet. Dimana website menjadi platform dasarnya dan media sosial sebagai instrumen utamanya. Siap tidak siap, saat ini sudah memasuki optimasi pemanfaatan AI, IoT, 3D Printing, AR, VR, Cloud Computing, Big Data, Blockchain, dan lainnya. Dalam konteks ini, masalah kompetensi SDM penerangan akan menjadi kata kunci yang menentukan. Sehebat apapun peralatan militer berbasis teknologi canggih, utilisasinya akan rendah jika SDM nya belum siap “, pungkas Dede.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar