Bregasnews.com - “ Alhamdulillah Prawita GENPPARI sampai saat tetap aksis dengan program – programnya dalam memajukan pariwisata Indonesia. Apalagi jika bicara Indonesia sebagai negara kepulauan, maka akan banyak potensi wisata bahari yang lahir. Pulau dan laut yang indah bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan. Spot destinasinya sangat banyak sekali, salah satunya berada di selat Sunda “, ungkap Ketum DPP Prawita GENPPARI Dede Farhan Aulawi di Bakauheni Lampung, Minggu (1/10).
Hal ini ia sampaikan saat mau kembali ke Bandung setelah melaksanakan serangkaian kegiatan di kabupaten Tulang Bawang Barat dan kota Bandar Lampung. Pada kesempatan tersebut, ia juga mengapresiasi perkembangan pembangunan fasilitas dermaga penyebrangan, baik yang di Merak maupun Bakauheni. Menurutnya, fasilitas pelabuhan laut tersebut semakin baik dengan terus melakukan perbaikan – perbaikan yang semakin memadai. Begitupun dengan kapal – kapal ferry yang tersedia untuk melakukan penyeberangan.
“ Di atas kapal, kita bisa menikmati pemandangan laut dan pulau – pulau sambil foto – foto. Di tambah lagi semilir angin laut menambah pesona dan kenikmatan wisata di selat Sunda tersebut. Waktu yang digunakan untuk melakukan penyeberangan juga tidak terlalu lama. Jika menggunakan kapal Ekspres perjalanan di lautnya satu jam, ditambah dengan sandarnya 30 menit, jadi total port to port bisa mencapai satu setengah jam. Namun jika menggunakan kapal Reguler sampainya lebih lama, bisa sekitar dua jam sampai dua setengah jam “, imbuh Dede dengan ditemani para pengurus Prawita GENPPARI lainnya.
Menurutnya, selat Sunda merupakan selat yang menghubungkan pulau Jawa dan Sumatra, serta menghubungkan Laut Jawa dengan Samudra Hindia. Selat Sunda terletak di bagian selatan Provinsi Lampung dan di bagian barat Provinsi Banten. Pada titik tersempit, lebar selat Sunda hanya sekitar 30 km. Beberapa pulau kecil terletak di selat ini, di antaranya gugusan-gugusan pulau vulkanik Krakatau yang termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Rute ini menjadi favorit bagi para wisatawan dari pulau Jawa yang ingin mengunjungi Lampung dan sekitarnya.
Jika dilihat dari aspek sejarah, pada awal tahun 1942, di selat Sunda pernah terjadi pertempuran antara pasukan Jepang yang dipimpin oleh Laksamana Muda Kenzaburo Hara yang menenggelamkan cruiser Sekutu USS Houston dan HMAS Perth saat kedua kapal tersebut mencoba menghadang pendaratan pasukan Jepang di Jawa.
Selanjutnya Dede juga menambahkan bahwa selat Sunda termasuk ke dalam Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, yang menghubungkan Laut China Selatan dengan Samudera Hindia dengan melalui Selat Karimata. ALKI merupakan hasil dari ratifikasi Hukum Laut Internasional UNCLOS 1982 yang dituangkan ke dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1985 dan juga diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2002. Indonesia memiliki tiga ALKI sebagai jalur lintas kapal asing di daerah kepulauan Indonesia secara damai. ALKI sendiri dimaksudkan agar pelayaran kapal internasional dapat diselenggarakan secara berkelanjutan dan secepat mungkin dan juga tidak terhalang dengan daerah territorial Indonesia yang berupa kepulauan.
Kemudian Dede juga mengatakan bahwa untuk menjaga keselamatan pelayaran di perairan tersebut, maka dibuatkan Pemisah Lalu Lintas (Traffic Separation Scheme) sebagai alur pelayaran di kawasan Selat Sunda yang berguna untuk mengatur lalu lintas perjalanan kapal. TSS ini disahkan oleh International Maritime Organization (IMO), dan sudah ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 129 Tahun 2020 dan KM. 130 Tahun 2020 tentang Penetapan Sistem Rute di Selat Sunda dan Selat Lombok.
Perlu diketahui bahwa TSS dibuat untuk menyeragamkan arah dari kapal dalam suatu alur. Hal ini biasanya diterapkan dalam perairan yang memiliki lalu lintas yang padat dan bertujuan untuk mengurangi risiko tabrakan kapal. Seluruh kapal yang berlayar di kawasan yang menggunakan TSS haruslah mengikuti aturan TSS tersebut (kecuali diatur sebaliknya). TSS ini diatur oleh regulasi yang dikeluarkan oleh IMO yang bernama COLREG 1972 (International Regulations for Preventing Collisions at Sea) dalam Rule 10 : Traffic Separation Scheme.
Lebih lanjut Dede juga menginformasikan bahwa kapal-kapal yang berlayar di TSS harus mematuhi ketentuan aturan 10 COLREGs 1972, seperti berlayar dalam arah jalur lalu lintas yang sesuai, menjauhi garis/zona pemisah, memasuki/meninggalkan jalur pada ujung jalur, menghindari memotong jalur-jalur lalu lintas, menghindari berlabuh jangkar, dan menghindari menangkap ikan.
“ Dengan demikian jika digarap lebih serius lagi oleh ahlinya, pariwisata Indonesia ini berpotensi meningkatkan pendapatan negara tanpa harus merusak alam. Justeru dalam konsep pengembangan wisata berkelanjutan, kelestarian alam akan semakin terjaga dan terlindungi. Pimpinan di bidang pariwisata itu tidak cukup hanya dengan pintar atau sekedar balas budi politik saja, tetapi juga harus memiliki chemistry kepariwisataan sehingga mau mencurahkan segenap fikirannya untuk kemajuan pariwisata Indonesia “, pungkas Dede mengakhiri obrolan santai.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar